Kita tentu saja ingat dengan program literasi yang diadakan beberapa sekolah dan ditanggapi Padmanaba dengan antusiasme yang tinggi, juga menimbulkan pertanyaan di benak kita apakah gerakan tersebut dapat berjalan terus menerus lantaran gerakan ini pun bukan program yang dipantau aktif dengan penuh pengawasan, lebih diserahkan kepada bagaimana sekolah mengadakan gerakan ini pada siswanya. Nah, untuk Padmanaba, para siswa selalu disuguhkan cara-cara untuk membuat program literasi tak sebatas membaca buku dalam lima belas menit sebelum bel dimulai tertanda sejak pukul tujuh. Seperti contohnya minggu lalu saat tiba-tiba saja ada panggung kecil di lapangan tengah. Ternyata, panggung tersebut ada untuk lomba membaca puisi bagi kelas sepuluh dan sebelas, bekerjasama dengan pelajaran Bahasa Indonesia.
Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang biasanya pembacaan puisi diadakan di kelas, sekolah menginisiasi perubahan kecil yang cukup berarti bagi siswa maupun guru Bahasa Indonesia. Pembacaan puisi ini ada dengan sederhana dan tidak macam-macam, mengundang siapa pun yang sedang tak sibuk untuk ikut duduk di tengah lapangan tengah yang teduh. Acara tersebut tak terasa terpaksa sama sekali, apalagi acara yang diadakan oleh sekolah biasanya berat karena terkesan kaku. Namun, tentu saja acara ini berhasil ada dengan ringan kepada para murid dan terasa menyenangkan. Sastra seakan memiliki tempat baru untuk masuk ke dalam hati tiap siswa. Tak sekalipun mereka merasa bosan karena acara ini penuh dengan partisipasi aktif para siswa dan bakat-bakat yang memukau tak hanya siswa, tapi juga para guru yang hadir di antara para siswa. Waktu yang berjalan pun sampai tak terasa mengalir begitu cepat dan akhirnya di penghujung acara, para siswa pun kembali ke kelas masing-masing, berjalan beriringan dengan sumringah.
Penulis : Nadia Viola Angesti
Tinggalkan Komentar