Selama tiga setengah tahun masa pendudukan Jepang ,dunia pendidikan pada saat itu ditandai oleh tiga prinsip pokok :
Semua sekolah dasar ditata kembali menjadi pendidikan enam tahun, dengan kurikulum yang sama di desa dan di kota. Bahasa Belanda dilarang baik dalam mengajar maupun tulisan. Guru-guru harus mempelajari bahasa Jepang dalam kursus-kursus kilat dan kemudian harus mengajarkan disekolah. Lagu-lagu Indonesia dan Jepang diajarkan di segenap kota dan desa di seluruh pulau Jawa.
Perubahan-perubahan mengenai sistem pendidikan yang dilancarkan oleh pemerintah militer Jepang secara beruntun berhasil dalam menanamkan pengaruh terhadap masyarakat Jawa di Yogyakarta, terutama di kalangan orang muda.
Dihapuskannya bahasa Belanda dari kurikulum sekolah-sekolah di kota mengakibatkan murid-murid desa tidak lagi merasa rendah diri. Kurikulum serta lagu-lagu Jepang dan Indonesia yang seragam dipelajari di semua sekolah dan dinyanyikan di pusat-pusat latihan gabungan pemuda semi militer sangat membantu hapusnya jarak sosial, dan menciptakan kesadaran akan kesamaan di kalangan para siswa dari semua kelas sosial dan dari seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kondisi pendidikan masyarakat Yogyakarta pada masa pendudukan Jepang pada awalnya lebih baik dari pada masa pemerintahan Belanda. Tetapi, makin lama perkembangan pendidikan cenderung tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan dikembangkan untuk mencapai tujuan pelestarian kekuasaan pendudukan Jepang di Yogyakarta.
Source : Lumbung Pustaka UNY & FB : Jogja Rikolo Semono
FOTO : Ijazah SMT Jogjakarta Padmanaba tertanggal 26-3-2603 (26 Maret 1943).
Leave a Comment