Setiap langkah menuju tujuan dan setiap yang kita kerjakan ada goal serta titik pencapaian. Dalam pendidikan kita mengenal pencapaian kompetensi yang diukur menggunakan kata operasional. Baik itu pencapaian aspek sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai inilah yang menjadi acuan guru melakukan tahapan-tahapan pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan. Selain itu, menjadi tolok ukur kesuksesan apabila siswa mampu menyelesaikan permasalahan sesuai standar minimal.
Core values (nilai inti/nilai keutamaan) merupakan tujuan hidup berbasis nilai-nilai inti. Pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh menuju pada tujuan yang bernilai. Ada kalanya guru menentukan tujuan akhir pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu yang diamanahkan kepadanya baru sebatas pencapaian yang bisa dilihat dalam perilaku. Pengetahuan yang mencapai metakognitif pun terkadang belum bisa menunjukkan nilai pribadi seorang siswa. Sementara tujuan pembelajaran salah satunya untuk membentuk kepribadian akhlak mulia. Nilai-nilai inti inilah yang mampu melahirkan siswa berkepribadian mulia sesuai dengan passion masing-masing.
Kepribadian mulia bisa diartikan sebagai keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain, atau dalam pengertian lain ciri ciri yang menonjol pada individu. Dalam pandangan Nabi SAW diuraikan “Suka berdiam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran, dan menggali kebenaran”. Uraian selanjutnya “Dengan akalnya beliau mengamati keadaan negerinya. Dengan fithrahnya beliau mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia, dan berbagai golongan”. Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian sesorang didorong oleh kebiasaan hidup yang mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kecenderungan yang disukai. Sementara kepribadian Nabi selalu terjaga untuk memikirkan hal-hal yang baik, dengan begitu akhlak yang terlahir dari kecenderungan beliau adalah mulia atau tanpa cela.
Menuju ketercapaian kepribadian yang mulia dari peserta didik, guru dapat mengambil bagian dalam menentukan langkah-langkah diantaranya yang bisa dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Meskipun core values ini secara pengertian umum merupakan branding dari masing-masing orang untuk menentukan jalan hidupnya, namun guru bisa memasukkan stimulus atau rangsangan supaya siswa cenderung untuk melakukan hal-hal baik yang nantinya bisa menjadi kepribadian mereka. Selain menuju ketercapaian, menentukan core values dalam sebuah pembelajaran terdapat tiga aspek utama, yakni, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Nilai-nilai inti kehidupan dapat dituliskan sebagai sebuah goal dari setiap pembelajaran. Nilai-nilai ini tidak berorientasi pada pencapaian materi, namun lebih menekankan pada nilai. Ketika siswa ditanya tentang harapannya di masa depan ingin berprofesi sebagai apa, kebanyakan masih memikirkan profesi yang menjanjikan secara material, seperti dokter, tentara, pengusaha, pilot, guru. Meski itu natural ,namun perlu dipikirkan implikasi jangka panjangnya, yakni mengapa tidak banyak yang bercita-cita menjadi seorang cleaning service, petani, juru parker, nelayan, atau profesi sejenis yang tak sedikitpun dimaui oleh mereka? Tentunya ini karena fail dalam pikiran para siswa sudah dipenuhi dengan fail profesi yang sudah masuk sejak mereka masih kecil. Penggambaran bahwa profesi pertama jauh lebih menjanjikan daripada yang kedua. Namun, pernahkah kita terutama para guru merenungkan jika tidak banyak siswa memilih profesi sebagai petani atau pembersih jalanan? Siapa yang akan memikirkan cara paling efektif dalam menanam bahan makanan atau menjaga kebersihan jalanan kota. Ingat sekali lagi, ini merupakan bagian kecil peran guru untuk menggiring cara berpikir siswa dengan memberi stimulus berupa tujuan profesi yang diinginkan mereka.
Kesimpulan di akhir diskusi bersama siswa tentunya harus melahirkan sebuah pemikiran baru apa saja yang bisa didapat jika akhirnya kelak profesi yang sebelumnya tidak dibayangkan menjadi sesuatu yang diperankan. Values dari materi cita-cita hidup adalah sejauh mana manusia bisa memberi manfaat bagi lebih banyak orang, menyiapkan mental untuk menerima apapun profesi yanga ada dan dijalani. Abaikan sedikit mengenai orientasi materi dan memperbanyak membahas tentang jasa dan kebanggaan seseorang berguna bagi orang lain. Nilai memberi dan melayani kepada orang lain lah yang kita masukkan dalam kalbu dan pikiran siswa. Dengan begitu, nilai-nilai inilah yang akan tersimpan dalam benak mereka lebih dalam karena inti dari makna kehidupan sudah tertanam dalam jiwa mereka. Tak seperti pengetahuan yang begitu banyak disiramkan ke dalam memori mereka, hal penting yang tertanam sebagai benih nilai-nilai kehidupan akan lebih lama tertancap. Semakin dewasa maka akan semakin tumbuh dan berkembang menjadi rimbunan akhlak mulia yang bersemi tiap harinya. Semakin hari semakin banyak kebaikan yang lahir dari diri mereka.
Bagaimana cara guru menanamkan tujuan hidup melalui mata pelajaran yang diampu oleh masing-masing? Salah satunya dengan menelusuri kebaikan apa yang bisa dilakukan setelah mempelajari materi pelajaran, mengalami, dan menerapkan sebanyak mungkin nilai kebaikan kemudian dituangkan dalam laporan kegiatan. Memberikan penugasan yang membutuhkan pemikiran mendalam terhadap kebermanfaatan diri hingga ke orang lain. Menanamkan sebanyak mungkin nilai-nilai kehidupan manusia dan orientasi yang lebih jauh tentang pertanggungjawaban yang harus diemban oleh setiap diri kepada para siswa. Hingga nantinya apa yang dikerjakan selama proses pembelajaran akan menghasilkan sebuah tahapan-tahapan perilaku yang berbasis kepada nilai kebaikan atau akhlaqul kariimah dalam setiap tindakan. Menstimulasi para siswa agar selalu berupaya meningkatkan kualitas diri mereka semakin hari semakin berproses ke arah yang lebih baik.
Sedikit perenungan tentang pemahaman diri seorang ‘guru’. Semoga bermanfaat.
Kontributor : Tri Khotimah Sholikhah, S.Ag, M.Pd.I.
Editor : Restituta Devi Pramesti, S.Pd.
Tinggalkan Komentar